Relasi Blog Kutubus-Sittah
Bismillahku.blogspot.com
Mengenal Kutubus-Sittah
Istilah Kutubus Sittah digunakan untuk menyebut enam kitab induk hadits, yaitu Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An Nasa`I, Sunan Abi Dawud, Sunan At Tirmidzi, dan Sunan Ibni Majah. Mari kita mengenalnya secara ringkas.
Musnad Imam Ahmad
Para ahli hadits menempatkan kitab-kitab musnad di derajat ketiga setelah dua kitab shahih dan kitab-kitab sunan. Salah satu kitab musnad memiliki nilai dan manfaat terbesar adalah Musnad Imam Ahmad.
Para ahli hadits dahulu maupun sekarang telah memberi persaksian bahwa Musnad ini merupakan kitab hadits yang paling lengkap karena setiap muslim membutuhkannya dalam urusan agama dan dunianya. Ibnu Katsir berkata, “Tidak ada satu kitab Musnad pun yang menandingi Musnad Ahmad dalam hal jumlah hadits dan keindahan susunan.”
Hambal berkata, “Ayah mengumpulkan kami, saya, Shalih dan ‘Abdullah, lalu dia membacakan Musnad-nya kepada kami dan tidak ada selain kami yang mendengarnya. Beliau berkata, ‘Kitab ini aku sarikan dari 57 ribu hadits lebih. Jika kaum muslimin berselisih mengenai suatu hadits dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka merujuklah ke dalamnya. Jika kalian mendapati hadits tersebut di dalamnya, berarti dapat dijadikan hujjah, tetapi jika kalian tidak mendapatinya, berarti hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.”
Meskipun begitu, Adz Dzahabi berkata, “Perkataan beliau ini hanya pada kebanyakan perkara karena kita memiliki hadits-hadits yang juga berderajat kuat dan terdapat dalam Ash Shahihain, kitab-kitab Sunan, dan kitab-kitab Al Ajza-u Al Haditsiyah yang tidak terdapat dalam Musnad beliau.“
Kitab musnad ini diberi tambahan oleh anaknya, ‘Abdullah, beberapa hadits yang dia riwayatkan dari ayahnya dan dikenal dengan nama Zawa`id Al ‘Abdillah. Kitab ini juga diberi tambahan hadits-hadits oleh Abu Bakar Al Qathi’i yang dia riwayatkan dari ‘Abdullah dari ayahnya selain dari ‘Abdullah dan ayahnya.
Hadits dalam Musnad ini mencapai 40 ribu buah termasuk yang diulang, dan 30 ribu jika tanpa pengulangan.
Pendapat ulama terhadap Musnad ini terbagi menjadi tiga pendapat sebagaimana berikut:
Pertama : semua hadits di dalamnya adalah shahih.
Kedua, : di dalamnya terdapat hadits yang shahih, dla’if, dan maudlu’. Ibnu Al Jauzi memuat sembilan belas hadits Musnad Ahmad dalam kitabnya, Al Maudlu’at. Al ‘Iraqi menambahkan sembilan hadits darinya yang dia kumpulkan dalam juz tersendiri.
Ketiga, : di dalamnya terdapat hadits yang shahih dan dla’if yang mendekati derajat hasan dan di dalamnya tidak ada hadits yang maudlu’. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Adz Dzahabi, Al Hafizh Ibnu Hajar, dan As Suyuthi.
Syaikhul Islam berkata, “Syarat yang diterapkan Ahmad dalam Musnad-nya lebih kuat dari syarat yang diterapkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya. Abu Dawud meriwayatkan dari para perawi yang tidak dipakai dalam Al Musnad. Dalam Musnad-nya, Ahmad menerapkan syarat bahwa dia tidak meriwayatkan dari para perawi yang menurut dia terkenal berbuat dusta meskipun bisa jadi ada yang hanya berstastus dla’if. Kemudian anaknya, ‘Abdullah, dan Abu Bakar Al Qathi’i menambahkan beberapa hadits dalam Al Musnad yang ternyata banyak terdapat hadits maudlu’nya. Orang yang tidak tahu akan mengira bahwa hal itu termasuk riwayat Ahmad dalam Musnad-nya.”
Al Hafizh Ibnu Hajar menyusun kitab yang dia beri judul Al Qaulu Al Musaddad fi Adz Dzabbi ‘an Al Musnad. Di dalamnya beliau menyebutkan hadits-hadits yang dinilai oleh Al ‘Iraqi sebagai hadits maudlu’. Beliau juga menambahkan lima belas hadits yang disebutkan oleh Ibnu Al Jauzi yaitu empat belas hadits yang terkumpul dalam suatu juz tersendiri yang dia beri judul dengan Adz Dzail Al Mumahhad.
Para ulama juga menyusun ringkasan, tafsir atau menyortirnya dalam urutan yang lebih rapi (tartib). Di antara kitab tartib yang paling bagus adalah Al Fathu Ar Rabbani li Tartib Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal Asy Syaibani yang disusun oleh Ahmad bin ‘Abdur Rahman Al Banna yang terkenal dengan nama As Sa’ati.
Beliau menyusunnya menjadi tujuh bagian, bagian pertama berisikan tauhid dan ushuluddin dan pada bagian yang terakhir berisikan kejadian hari Kiamat dan keadaan-keadaan akhirat. Beliau menyusunnya menurut urutan bab-bab secara bagus dan mengakhirinya dengan syarah yang beliau beri judul Bulugh Al Amani min Asrari Al fathi Ar Rabbani. Judul syarah ini sangat sesuai dengan judul kitab aslinya. Kitab syarah ini sangat bermanfaat ditinjau dari sisi hadits dan fiqih. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Ahmad bin Hambal adalah Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal As-Syaibani Al Marwazi Al Baghdadi.Beliau dilahirkan pada tahun 164 di Marwu. Kemudian beliau dibawa ke Baghdad ketika masih menyusui. Ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan di Baghdad. Beliau tumbuh sebagai anak yatim. Beliau berkeliling ke berbagai negeri dan daerah dalam rangka mencari hadits. Beliau mendengar hadits dari para syaikh pada zamannya di daerah Hijaz, ‘Iraq, Syam, dan Yaman. Beliau sangat perhatian terhadap Sunnah dan fiqih hingga para ahli hadits menganggapnya sebagai imam dan ahli fiqih mereka.
Para ulama yang sezaman dan sesudah beliau memberikan pujian kepada beliau.
Asy Syafi’i berkata,
خرجت من العراق فما رأيت رجلاً أفضل ولا أعلم ولا أتقى من أحمد بن حنبل
“Aku keluar dari ‘Iraq, dan aku tidaklah melihat seorang pun yang lebih utama, berilmu dan lebih wara’, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”
Ishaq bin Rahuyah berkata,
أحمد حجة بين الله وبين عبيده في أرضه
“Ahmad adalah hujjah antara Allah dan para hamba-Nya di muka bumi.”
Ibnu Al Madini berkata, “Sesungguhnya Allah menguatkan agama ini dengan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pada saat terjadinya kemurtadan dan menguatkan dengan Ahmad bin Hambal rahimahullah pada saat terjadinya fitnah (khuluqul Qur-an).”Adz Dzahabi berkata, “Pada diri beliau terdapat puncak keimaman dalam bidang fiqih, hadits, ikhlas, dan wara’. Para ulama telah sepakat bahwa beliau adalah seorang yang tsiqah, hujjah, dan imam.”
Beliau meninggal pada tahun 241 H di Baghdad dalam usia 77 tahun. Beliau meninggalkan kepada umat ini ilmu yang sangat banyak dan manhaj yang kuat. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya kepada kaum muslimin.
________________________________________
[1] Diterjemahkan dari Taisir a Musthalah al Hadits karya al ‘Allamah Ibnu al ‘Utsaimin rahimahullah.
[2] Bardizbah merupakan suatu kata dari bahasa Persi yang berarti Az Zar’u (tanaman).
[3] Saya (Al Utsaimin) memiliki komentar terhadap ucapan beliau ini. Bahkan imam Ahmad rahimahullah berdalil dengan kandungan hadits Ibnu ’Abbas dalam permasalahan menjamak shalat wajib. Sehingga beliau membolehkan seorang menjamak shalat Zhuhur dengan ’Ashar atau Maghrib dengan Isya’ dikarenakan sakit atau faktor yang lain. Dan Ibnu ’Abbas radliallahu ‘anhuma pernah ditanya, ”Mengapa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu?” Maka beliau menjawab, ”Beliau melakukannya agar tidak menyulitkan umatnya.” Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali umat beliau mendesak untuk melakukan jamak, maka hal itu boleh mereka lakukan.
Adapun hadits yang memerintahkan seorang peminum khamr dibunuh apabila dijumpai meminum khamr untuk kali keempat, maka sebagian ulama berdalil dengan hadits ersebut. Ibnu Hazm mengatakan, ”(Seorang peminum khamr yang dijumpai meminum khamr) untuk kali keempat diberi sangsi hukuman mati, apapun kondisinya.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Peminum khamr dibunuh jika kondisi menuntut hal itu, semisal manusia tidak akan berhenti meminum khamr sebelum hukuman mati diberlakukan bagi mereka.” Berdasarkan hal ini, tidak terdapat ijma’ di kalangan para ulama untuk tidak menggunakan kedua hadits tadi sebagai dalil.
Para ahli hadits dahulu maupun sekarang telah memberi persaksian bahwa Musnad ini merupakan kitab hadits yang paling lengkap karena setiap muslim membutuhkannya dalam urusan agama dan dunianya. Ibnu Katsir berkata, “Tidak ada satu kitab Musnad pun yang menandingi Musnad Ahmad dalam hal jumlah hadits dan keindahan susunan.”
Hambal berkata, “Ayah mengumpulkan kami, saya, Shalih dan ‘Abdullah, lalu dia membacakan Musnad-nya kepada kami dan tidak ada selain kami yang mendengarnya. Beliau berkata, ‘Kitab ini aku sarikan dari 57 ribu hadits lebih. Jika kaum muslimin berselisih mengenai suatu hadits dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka merujuklah ke dalamnya. Jika kalian mendapati hadits tersebut di dalamnya, berarti dapat dijadikan hujjah, tetapi jika kalian tidak mendapatinya, berarti hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.”
Meskipun begitu, Adz Dzahabi berkata, “Perkataan beliau ini hanya pada kebanyakan perkara karena kita memiliki hadits-hadits yang juga berderajat kuat dan terdapat dalam Ash Shahihain, kitab-kitab Sunan, dan kitab-kitab Al Ajza-u Al Haditsiyah yang tidak terdapat dalam Musnad beliau.“
Kitab musnad ini diberi tambahan oleh anaknya, ‘Abdullah, beberapa hadits yang dia riwayatkan dari ayahnya dan dikenal dengan nama Zawa`id Al ‘Abdillah. Kitab ini juga diberi tambahan hadits-hadits oleh Abu Bakar Al Qathi’i yang dia riwayatkan dari ‘Abdullah dari ayahnya selain dari ‘Abdullah dan ayahnya.
Hadits dalam Musnad ini mencapai 40 ribu buah termasuk yang diulang, dan 30 ribu jika tanpa pengulangan.
Pendapat Ulama terhadap Musnad Ahmad
Pendapat ulama terhadap Musnad ini terbagi menjadi tiga pendapat sebagaimana berikut:
Pertama : semua hadits di dalamnya adalah shahih.
Kedua, : di dalamnya terdapat hadits yang shahih, dla’if, dan maudlu’. Ibnu Al Jauzi memuat sembilan belas hadits Musnad Ahmad dalam kitabnya, Al Maudlu’at. Al ‘Iraqi menambahkan sembilan hadits darinya yang dia kumpulkan dalam juz tersendiri.
Ketiga, : di dalamnya terdapat hadits yang shahih dan dla’if yang mendekati derajat hasan dan di dalamnya tidak ada hadits yang maudlu’. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Adz Dzahabi, Al Hafizh Ibnu Hajar, dan As Suyuthi.
Syaikhul Islam berkata, “Syarat yang diterapkan Ahmad dalam Musnad-nya lebih kuat dari syarat yang diterapkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya. Abu Dawud meriwayatkan dari para perawi yang tidak dipakai dalam Al Musnad. Dalam Musnad-nya, Ahmad menerapkan syarat bahwa dia tidak meriwayatkan dari para perawi yang menurut dia terkenal berbuat dusta meskipun bisa jadi ada yang hanya berstastus dla’if. Kemudian anaknya, ‘Abdullah, dan Abu Bakar Al Qathi’i menambahkan beberapa hadits dalam Al Musnad yang ternyata banyak terdapat hadits maudlu’nya. Orang yang tidak tahu akan mengira bahwa hal itu termasuk riwayat Ahmad dalam Musnad-nya.”
Al Hafizh Ibnu Hajar menyusun kitab yang dia beri judul Al Qaulu Al Musaddad fi Adz Dzabbi ‘an Al Musnad. Di dalamnya beliau menyebutkan hadits-hadits yang dinilai oleh Al ‘Iraqi sebagai hadits maudlu’. Beliau juga menambahkan lima belas hadits yang disebutkan oleh Ibnu Al Jauzi yaitu empat belas hadits yang terkumpul dalam suatu juz tersendiri yang dia beri judul dengan Adz Dzail Al Mumahhad.
Para Ulama Menyusun Ringkasan
Para ulama juga menyusun ringkasan, tafsir atau menyortirnya dalam urutan yang lebih rapi (tartib). Di antara kitab tartib yang paling bagus adalah Al Fathu Ar Rabbani li Tartib Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal Asy Syaibani yang disusun oleh Ahmad bin ‘Abdur Rahman Al Banna yang terkenal dengan nama As Sa’ati.
Beliau menyusunnya menjadi tujuh bagian, bagian pertama berisikan tauhid dan ushuluddin dan pada bagian yang terakhir berisikan kejadian hari Kiamat dan keadaan-keadaan akhirat. Beliau menyusunnya menurut urutan bab-bab secara bagus dan mengakhirinya dengan syarah yang beliau beri judul Bulugh Al Amani min Asrari Al fathi Ar Rabbani. Judul syarah ini sangat sesuai dengan judul kitab aslinya. Kitab syarah ini sangat bermanfaat ditinjau dari sisi hadits dan fiqih. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Latarbelakang Imam Ahmad Bin Hanbal
Ahmad bin Hambal adalah Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal As-Syaibani Al Marwazi Al Baghdadi.Beliau dilahirkan pada tahun 164 di Marwu. Kemudian beliau dibawa ke Baghdad ketika masih menyusui. Ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan di Baghdad. Beliau tumbuh sebagai anak yatim. Beliau berkeliling ke berbagai negeri dan daerah dalam rangka mencari hadits. Beliau mendengar hadits dari para syaikh pada zamannya di daerah Hijaz, ‘Iraq, Syam, dan Yaman. Beliau sangat perhatian terhadap Sunnah dan fiqih hingga para ahli hadits menganggapnya sebagai imam dan ahli fiqih mereka.
Sanjungan Para Ulama Kepada Beliau
Para ulama yang sezaman dan sesudah beliau memberikan pujian kepada beliau.
Asy Syafi’i berkata,
خرجت من العراق فما رأيت رجلاً أفضل ولا أعلم ولا أتقى من أحمد بن حنبل
“Aku keluar dari ‘Iraq, dan aku tidaklah melihat seorang pun yang lebih utama, berilmu dan lebih wara’, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.”
Ishaq bin Rahuyah berkata,
أحمد حجة بين الله وبين عبيده في أرضه
“Ahmad adalah hujjah antara Allah dan para hamba-Nya di muka bumi.”
Ibnu Al Madini berkata, “Sesungguhnya Allah menguatkan agama ini dengan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu pada saat terjadinya kemurtadan dan menguatkan dengan Ahmad bin Hambal rahimahullah pada saat terjadinya fitnah (khuluqul Qur-an).”Adz Dzahabi berkata, “Pada diri beliau terdapat puncak keimaman dalam bidang fiqih, hadits, ikhlas, dan wara’. Para ulama telah sepakat bahwa beliau adalah seorang yang tsiqah, hujjah, dan imam.”
Tempat Dan Tahun Beliau Wafat
Beliau meninggal pada tahun 241 H di Baghdad dalam usia 77 tahun. Beliau meninggalkan kepada umat ini ilmu yang sangat banyak dan manhaj yang kuat. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya kepada kaum muslimin.
________________________________________
[1] Diterjemahkan dari Taisir a Musthalah al Hadits karya al ‘Allamah Ibnu al ‘Utsaimin rahimahullah.
[2] Bardizbah merupakan suatu kata dari bahasa Persi yang berarti Az Zar’u (tanaman).
[3] Saya (Al Utsaimin) memiliki komentar terhadap ucapan beliau ini. Bahkan imam Ahmad rahimahullah berdalil dengan kandungan hadits Ibnu ’Abbas dalam permasalahan menjamak shalat wajib. Sehingga beliau membolehkan seorang menjamak shalat Zhuhur dengan ’Ashar atau Maghrib dengan Isya’ dikarenakan sakit atau faktor yang lain. Dan Ibnu ’Abbas radliallahu ‘anhuma pernah ditanya, ”Mengapa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu?” Maka beliau menjawab, ”Beliau melakukannya agar tidak menyulitkan umatnya.” Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali umat beliau mendesak untuk melakukan jamak, maka hal itu boleh mereka lakukan.
Adapun hadits yang memerintahkan seorang peminum khamr dibunuh apabila dijumpai meminum khamr untuk kali keempat, maka sebagian ulama berdalil dengan hadits ersebut. Ibnu Hazm mengatakan, ”(Seorang peminum khamr yang dijumpai meminum khamr) untuk kali keempat diberi sangsi hukuman mati, apapun kondisinya.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Peminum khamr dibunuh jika kondisi menuntut hal itu, semisal manusia tidak akan berhenti meminum khamr sebelum hukuman mati diberlakukan bagi mereka.” Berdasarkan hal ini, tidak terdapat ijma’ di kalangan para ulama untuk tidak menggunakan kedua hadits tadi sebagai dalil.
Daftar Kisah 4 Imam Mujtahid
Imam Hanifah | Imam Maliki | Imam Syafii | Imam Hanbali |
Kisah ke-1 | Kisah ke-1 | Kisah ke-1 | Kisah ke-1 |
kisah ke-2 | kisah ke-2 | kisah ke-2 | kisah ke-2 |
Kisah ke-3 | Kisah ke-3 | Kisah ke-3 | |
Kisah ke-4 | Kisah ke-4 | ||
Kisah ke-5 | Kisah ke-5 | ||
Kisah ke-6 | |||
Kisah ke-7 | |||
Kisah ke-8 |
Ibarat Tali mereka tempat Berpegang dan ibarat Air mereka sebagai pemurni-nya
Sumber : http://ikhwanmuslim.com/fikih/mengenal-kutubus-sittah-enam-kitab-induk-hadits