Relasi Blog Kutubus-Sittah
Bismillahku.blogspot.com
Mengenal Kutubus-Sittah
Istilah Kutubus Sittah digunakan untuk menyebut enam kitab induk hadits, yaitu Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An Nasa`I, Sunan Abi Dawud, Sunan At Tirmidzi, dan Sunan Ibni Majah. Mari kita mengenalnya secara ringkas.
3. Sunan An Nasa`i
An Nasa`i rahimahullah menyusun kitabnya As Sunan Al Kubra dan memasukkan ke dalamnya berbagai hadits shahih dan cacat. Kemudian beliau meringkasnya dalam kitab As Sunan Ash Shughra dan beliau beri judul Al Mujtaba yang di dalamnya beliau hanya mengumpulkan berbagai hadits shahih menurut penilaiannya.
Kitab inilah (Al Mujtaba –pent.) yang dimaksud jika ada hadits yang riwayatnya dinisbatkan kepada An Nasa`i.
Al Mujtaba adalah kitab Sunan yang paling sedikit mengandung hadits dla’if dan perawi yang dijarh. Derajat kitab ini berada setelah Ash Shahihain. Ditinjau dari sisi para perawinya, kitab ini didahulukan daripada Sunan Abi Dawud dan Sunan At Tirmidzi karena beliau sangat berhati-hati dalam memilih para perawi. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Banyak perawi yang dipakai Abu Dawud dan At Tirmidzi yang ditinggalkan oleh An Nasa`i dalam meriwayatkan haditsnya. Bahkan, dalam meriwayatkan haditsnya dia meninggalkan sejumlah perawi yang terdapat dalam Ash Shahihain.”
Kesimpulannya, syarat An Nasa`i yang digunakan dalam Al Mujtaba adalah syarat yang paling ketat setelah syarat dalam Ash Shahihain.
An Nasa`i adalah Abu ‘Abdir Rahman, Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa`i. Disebut juga An Nasawi karena dinisbatkan kepada daerah Nasa, sebuah negeri yang terkenal di daerah Khurasan.
Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di Nasa. Kemudian melakukan perjalanan untuk mencari hadits. Beliau mendengar hadits dari penduduk Hijaz, Khurasan, Syam, Jazirah, dan selainnya. Beliau tinggal lama di Mesir. Di sanalah beliau karya beliau tersebar luas. Kemudian beliau pergi ke Dimasyq dan mendapatkan ujian (fitnah) di sana.
Beliau meninggal pada tahun 303 H di Ramalah, Palestina dalam usia 88 tahun. Beliau meninggalkan karya yang banyak dalam bidang hadits dan ‘ilal. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya kepada kaum muslimin.
Kitab ini adalah kitab yang berisi 4800 hadits yang diseleksi oleh penyusunnya dari 500.000 hadits. Beliau hanya menyebutkan hadits-hadits tentang hukum. Beliau berkata, “Di dalamnya saya menyebutkan hadits yang berderajat shahih, yang serupa (mirip) atau yang mendekati derajat shahih. Jika dalam kitabku ini ada hadits yang mengandung kelemahan yang berat, pasti saya jelaskan. Di dalam kitab ini tidak terdapat riwayat yang berasal dari seorang perawi matruk. Hadits yang tidak saya komentari, berarti hadits tersebut hadits yang shalih (baik) dan sebagian hadits lebih shahih dari yang lainnya. Dan hadits-hadits yang saya cantumkan dalam kitab Sunan sebagian besar merupakan hadits-hadits yang populer (masyhur).”
As Suyuthi berkata, “Kemungkinan yang dimaksud shalih (baik) olehnya adalah baik untuk dijadikan sebagai i’tibar (shalih lil i’tibar), bukan sebagai hujjah (shalih lil ihtijaj) sehingga dengan demikian ungkapan shalih yang beliau kemukakan mencakup hadits yang dla’if.
Namun, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa diriwayatkan bahwa beliau (Abu Dawud) berkata, “Hadits yang aku diamkan berarti hadits hasan.” Jika perkataan ini memang benar berasal dari beliau, berarti tidak ada masalah lagi.”, yakni tidak ada masalah bahwa maksud shalih dalam ungkapan beliau tersebut adalah baik untuk dijadikan sebagai hujjah (shalih lil ihtijaj).
Ibnu Ash Shalah berkata, “Berdasarkan ucapan beliau ini, maka hadits yang kita temukan dalam kitab beliau yang disebutkan secara mutlak dan tidak tercantum dalam Ash Shahihain serta tidak seorangpun dari ulama hadits yang menegaskan akan keabsahan hadits tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang hasan menurut penilaian Abu Dawud.”
Ibnu Mandah berkata, “Abu Dawud meriwayatkan isnad yang dla’if jika dalam suatu permasalahan tidak terdapat hadits lain selain hadits dla’if itu. Hal ini beliau lakukan karena menurutnya hadits dla’if lebih kuat daripada pendapat yang dikemukakan seorang.”
Sunan Abi Dawud ini sangat terkenal di kalangan ahli fiqih (fuqaha`) karena kitab ini mengumpulkan hadits-hadits hukum. Penyusunnya mengatakan bahwa dia telah menyodorkan kitabnya tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal dan beliau menilainya sebagai kitab yang bagus dan baik. Ibnu Al Qayyim memberikan pujian yang hebat (terhadap kitab ini) dalam Muqaddimah kitab Tahdzib-nya.
Abu Dawud adalah Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq Al Azdi As Sijistani. Beliau dilahirkan di Sijistan, salah satu daerah di Bashrah, pada tahun 202 H. Beliau melakukan berbagai perjalanan mencari hadits. Beliau menulis hadits dari penduduk Syam, Irak, Mesir, dan Khurasan. Beliau mengambil hadits dari Ahmad bin Hambal dan juga dari guru-guru Al Bukhari dan Muslim.
Para ulama memberikan pujian kepadanya dan menyebutkan bahwa beliau memiliki hafalan yang sempurna, pemahaman yang kuat, dan seorang yang wara’. Beliau meninggal di Bashrah pada tahun 275 H dalam usia 73 tahun. Beliau meninggalkan karya yang banyak. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya yang diberikan kepada kaum muslimin.
Kitab inilah (Al Mujtaba –pent.) yang dimaksud jika ada hadits yang riwayatnya dinisbatkan kepada An Nasa`i.
Salah satu Kitab Beliau Yang Populer
Al Mujtaba adalah kitab Sunan yang paling sedikit mengandung hadits dla’if dan perawi yang dijarh. Derajat kitab ini berada setelah Ash Shahihain. Ditinjau dari sisi para perawinya, kitab ini didahulukan daripada Sunan Abi Dawud dan Sunan At Tirmidzi karena beliau sangat berhati-hati dalam memilih para perawi. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Banyak perawi yang dipakai Abu Dawud dan At Tirmidzi yang ditinggalkan oleh An Nasa`i dalam meriwayatkan haditsnya. Bahkan, dalam meriwayatkan haditsnya dia meninggalkan sejumlah perawi yang terdapat dalam Ash Shahihain.”
Kesimpulannya, syarat An Nasa`i yang digunakan dalam Al Mujtaba adalah syarat yang paling ketat setelah syarat dalam Ash Shahihain.
An Nasa`i adalah Abu ‘Abdir Rahman, Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa`i. Disebut juga An Nasawi karena dinisbatkan kepada daerah Nasa, sebuah negeri yang terkenal di daerah Khurasan.
Latarbelakang Imam Nasai
Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di Nasa. Kemudian melakukan perjalanan untuk mencari hadits. Beliau mendengar hadits dari penduduk Hijaz, Khurasan, Syam, Jazirah, dan selainnya. Beliau tinggal lama di Mesir. Di sanalah beliau karya beliau tersebar luas. Kemudian beliau pergi ke Dimasyq dan mendapatkan ujian (fitnah) di sana.
Tempat Dan Tahun Beliau wafat
Beliau meninggal pada tahun 303 H di Ramalah, Palestina dalam usia 88 tahun. Beliau meninggalkan karya yang banyak dalam bidang hadits dan ‘ilal. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya kepada kaum muslimin.
4. Sunan Abi Dawud
Kitab ini adalah kitab yang berisi 4800 hadits yang diseleksi oleh penyusunnya dari 500.000 hadits. Beliau hanya menyebutkan hadits-hadits tentang hukum. Beliau berkata, “Di dalamnya saya menyebutkan hadits yang berderajat shahih, yang serupa (mirip) atau yang mendekati derajat shahih. Jika dalam kitabku ini ada hadits yang mengandung kelemahan yang berat, pasti saya jelaskan. Di dalam kitab ini tidak terdapat riwayat yang berasal dari seorang perawi matruk. Hadits yang tidak saya komentari, berarti hadits tersebut hadits yang shalih (baik) dan sebagian hadits lebih shahih dari yang lainnya. Dan hadits-hadits yang saya cantumkan dalam kitab Sunan sebagian besar merupakan hadits-hadits yang populer (masyhur).”
As Suyuthi berkata, “Kemungkinan yang dimaksud shalih (baik) olehnya adalah baik untuk dijadikan sebagai i’tibar (shalih lil i’tibar), bukan sebagai hujjah (shalih lil ihtijaj) sehingga dengan demikian ungkapan shalih yang beliau kemukakan mencakup hadits yang dla’if.
Namun, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa diriwayatkan bahwa beliau (Abu Dawud) berkata, “Hadits yang aku diamkan berarti hadits hasan.” Jika perkataan ini memang benar berasal dari beliau, berarti tidak ada masalah lagi.”, yakni tidak ada masalah bahwa maksud shalih dalam ungkapan beliau tersebut adalah baik untuk dijadikan sebagai hujjah (shalih lil ihtijaj).
Ibnu Ash Shalah berkata, “Berdasarkan ucapan beliau ini, maka hadits yang kita temukan dalam kitab beliau yang disebutkan secara mutlak dan tidak tercantum dalam Ash Shahihain serta tidak seorangpun dari ulama hadits yang menegaskan akan keabsahan hadits tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang hasan menurut penilaian Abu Dawud.”
Ibnu Mandah berkata, “Abu Dawud meriwayatkan isnad yang dla’if jika dalam suatu permasalahan tidak terdapat hadits lain selain hadits dla’if itu. Hal ini beliau lakukan karena menurutnya hadits dla’if lebih kuat daripada pendapat yang dikemukakan seorang.”
Sunan Abi Daud Terkenal di kalangan Ahli Pikih
Sunan Abi Dawud ini sangat terkenal di kalangan ahli fiqih (fuqaha`) karena kitab ini mengumpulkan hadits-hadits hukum. Penyusunnya mengatakan bahwa dia telah menyodorkan kitabnya tersebut kepada Imam Ahmad bin Hambal dan beliau menilainya sebagai kitab yang bagus dan baik. Ibnu Al Qayyim memberikan pujian yang hebat (terhadap kitab ini) dalam Muqaddimah kitab Tahdzib-nya.
Latarbelakang Imam Abi Daud
Abu Dawud adalah Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq Al Azdi As Sijistani. Beliau dilahirkan di Sijistan, salah satu daerah di Bashrah, pada tahun 202 H. Beliau melakukan berbagai perjalanan mencari hadits. Beliau menulis hadits dari penduduk Syam, Irak, Mesir, dan Khurasan. Beliau mengambil hadits dari Ahmad bin Hambal dan juga dari guru-guru Al Bukhari dan Muslim.
Para Ulama Memberkan Pujian Kepada Beliau
Para ulama memberikan pujian kepadanya dan menyebutkan bahwa beliau memiliki hafalan yang sempurna, pemahaman yang kuat, dan seorang yang wara’. Beliau meninggal di Bashrah pada tahun 275 H dalam usia 73 tahun. Beliau meninggalkan karya yang banyak. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadanya dan memberinya balasan yang lebih baik atas jasa-jasanya yang diberikan kepada kaum muslimin.
Daftar Kisah 4 Imam Mujtahid
Imam Hanifah | Imam Maliki | Imam Syafii | Imam Hanbali |
Kisah ke-1 | Kisah ke-1 | Kisah ke-1 | Kisah ke-1 |
kisah ke-2 | kisah ke-2 | kisah ke-2 | kisah ke-2 |
Kisah ke-3 | Kisah ke-3 | Kisah ke-3 | |
Kisah ke-4 | Kisah ke-4 | ||
Kisah ke-5 | Kisah ke-5 | ||
Kisah ke-6 | |||
Kisah ke-7 | |||
Kisah ke-8 |
Ibarat Tali mereka tempat Berpegang dan ibarat Air mereka sebagai pemurni-nya