Pendapat Para Ulama Tentang Tawassul (Definisi Tawassul)

Pendapat Para Ulama Tentang Tawassul (Definisi Tawassul)

PENGERTIAN TAWASUL DAN WASILAH

Definisi Tawasul
     TAWASSUL adalah sesuatu yang dijadikan sebagai PELANTARA untuk mendekat pada sesuatu yang lain. Definisi ini disebutkan oleh Ar-Roghib. Abul Baqo’ berkata : “Wasail adalah bentuk  jama’ wasilah;  sesuatu yang dijadikan sebagi penyambung untuk mencapai tujuan. (At-Ta’arif 1/726)

Dikuatkan oleh Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dengan menggunakan kalimat yang berbeda dalam mendefinisikan ma’na tawasul, Beliau berkata:

والوسيلة: كل ما جعله الله سبباً في الزلفى عنده ووصلة إلى قضاء الحوائج

Artinya: “Wasilah (Tawasul) adalah segala sesuatu yang dijadikan “sebabiyah” oleh Allah untuk taqarrab kepada Nya dan penyambung untuk memperoleh hajat.” (Mafahim, hlm. 126)

Semua ulama sepakat bahwa tawasul merupakan perbuatan yang disyariatkan. Di power Melalui Al-Quran surat Al-Maidah : 35, sebagai syariat bertawasul.

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (Wasilah)  yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

IJMA’ ULAMA DIBOLEHKANYA TAWASSUL

Para ulama sepakat bahwa media yang dapat dijadikan sebagai sarana tawasul adalah iman dan amal sholih. Sayyid Muhammad dalam Mafahim berkata:

لم يختلف أحد من المسلمين في مشروعية التوسل إلى الله سبحانه وتعالى بالأعمال الصالحة

Artinya: tidak ada seorangpun yang menyelisihi disyariatkannya tawasul kepada Allah dengan amal shalih.

Terkait dengan hal ini, Al-Mardawiy menukil perkataan lain dari madzhab Hambali :

وجعله الشيخ تقي الدين كمسألة اليمين به قال : والتوسل بالإيمان به وطاعته ومحبته والصلاة والسلام عليه ، وبدعائه وشفاعته ، ونحوه مما هو من فعله أو أفعال العباد المأمور بها في حقه : مشروع إجماعا

Artinya: “Asy-Syaikh Taqiyyuddiin menjadikan permasalahan itu seperti permasalahan bersumpah dengannya (Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam). Ia berkata : ‘Dan tawasul dengan iman yang benar, ketaatan kepadanya, dan kecintaan kepadanya – nabi wash-shalaatu was-salaamu ‘alaihi -. Dan juga bertawasul agar nabi mendoakannya, memberikan syafaat kepadanya, dan yang semisalnya dari macam perbuatan yang dilakukannya (orang yang bertawassul) atau perbuatan-perbuatan hamba yang diperintahkan (Allah) untuk dilakukan dalam hak beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka hal itu disyari’atkan berdasarkan ijmaa’. [Al-Inshaaf, 2/456].

PENDAPAT 4 MADZHAB ATAS BOLEHNYA TAWASSUL PADA NABI

Madzhab Hanafi
       Dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah 1/266 “Kitab al-Manasik” bab ziyarah makam (kuburan) Nabi Muhammad dan setelah menguraikan tata cara ziarah ke kuburan Rasulullah, lalu diterangkan doa-doa yang sebaiknya diucapkan peziarah sbb: (a) peziarah berdiri di dekat kepala Nabi; (b) dan ucapkan doa berikut:

اللهم إنك قلت وقولك الحق “وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ ..” الآية، وقد جئناك سامعين قولك طائعين أمرك، مستشفعين بنبيك إليك

Dalam doa tersebut terdapat tawasul pada Nabi.

Mazhab Maliki
       Ibnul Haj dalam kitabnya Al-Madkhal 1/259-260 menyatakan: “Tawasul kepada Nabi Muhammad adalah tempat untuk menghapus tanggungan dosa dan kesalahan. Karena barokah syafaat Nabi dan keagungan Nabi di sisi Tuhannya tidak bisa dikalahkan oleh dosa. Karena syafaatnya lebih besar dari semuanya. Maka bergembiralah orang yang berziarah ke makamnya dan berdoa pada Allah dengan syafaat Nabinya. Adapun orang yang belum mengunjungi makam Rasulullah semoga Allah tidak menghalangi syafatnya dengan kehormatannya di sisimu. Siapa yang berkeyakinan berbeda dengan ini, maka dia orang yang terhalang (mahrum).

Madzhab Syafi’i
       Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk, “Kitab Sifat Haji: Bab Ziyarah Kubur Nabi”, hlm. 8/274 berkata: Peziarah (kubur Nabi) hendaknya kembali ke tempatnya yang pertama dengan menghadap wajah Rasulullah dan bertawassul dengannya dalam hak dirinya dan meminta syafaat Nabi pada Tuhannya. Teks Arab:

ثم يرجع إلى موقفه الأول قُبالة وجه رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلّم (((ويتوسل به))) في حق نفسه ويستشفع به إلى ربه

Mazhab Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hambali, membolehkan tawassul yang dinukil oleh Al-Mardawi dalam Al-Inshaf “Kitab Shalat Istisqo”, hlm. 2/456: “Faidah: Boleh tawasul dengan orang soleh menurut pandangan yang sahih dari madzhab. Dikatakan: Disunnahkan. Imam Ahmad Al-Mardawi berkata: Boleh bertawasul dengan Nabi dalam doanya. Pendapat ini ditetapkan oleh Al-Mardawi dalam Al-Mustaw’ab dan lainnya

PENDAPAT ULAMA AHLUSSUNNAH TENTANG TAWASSUL
Al-Alusi dalam Tafsirnya 6/126 berkata:

وقد شنع التاج السبكي – كما هو عادته – على المجد (ابن تيمية) فقال: ويحسن التوسل والأستغاثة بالنبي(صلى الله عليه وآله) إلى ربه ولم ينكر ذلك أحد من السلف والخلف حتى جاء ابن تيمية فأنكر ذلك وعدل عن الصراط المستقيم وابتدع ما لم يقله عالم وصار بين الأنام مثلة. 

Artinya: As-Subki berkata: Tawassul dan istighosah dengan Nabi kepada Allah itu baik dan tidak ada satupun ulama salaf dan khalaf yang mengingkarinya. Kecuali Ibnu Taimiyah yang telah merubahnya dari jalan yang lurus dan mengada-ngada sesuatu yang tidak diucapkan oleh seorang alim…